A bitj called Halimah
Kepada orang yang merasa tulisan ini
ditujukan untuknya, jangan senyum-senyum dulu. Karena saya berkali-kali
menghapus paragraf pertama ini, bingung memilih kalimat apa yang tepat untuk
mengawali post yang selalu gagal saya
rampungkan karena............... saya sudah menangis bahkan sebelum memulai
satu huruf pun.
Saat tulisan ini rampung dan muncul
di layar handphone kamu –yang mungkin
sekarang sedang celingukan karena pertama kali transit di Halim Perdanakusuma– saya hadiahkan ini agar kamu tidak
repot-repot mencari bacaan sembari menunggu pesawatmu. Ingusnya dilap dulu,
baru lanjutin baca, oke? Hahahahaha.
Ini adalah tulisan kecil dari
seorang temanmu yang manja dan cengeng. Dari seorang temanmu yang
berterimakasih telah diterima apa adanya. Dari seorang temanmu yang membuat
orang-orang bingung,”Imeh, kok tahan temenan sama Eno? Bocah banget gitu
anaknya”. Dan selalu tersenyum sambil menjawab asal,”Dia memang kayak gitu, and
I have no problem with that”. Terimakasih
untuk selalu mengerti, bahwa saya tidak menunjukkan sisi yang saya tunjukkan ke
kamu pada semua orang. Sisi yang orang-orang kira tidak mungkin ada di
diri seorang Eno.
Ini adalah tulisan kecil untuk
seorang teman yang beberapa hari ini menahan diri untuk tidak menangis di depan
saya, karena setelah hari ini, kita bukan lagi partner berjuang bersama. Setelah hari ini, kamu akan berdiri di
jalanmu sendiri, begitu juga saya. Sekarang, kamu sudah sangat jauh dari
Pekanbaru, tidak apa-apa menangis karena saya tidak akan melihatmu dan ikut
menangis. Tidak apa-apa mengingat hal-hal konyol yang kita lalui selama tiga
tahun pertemanan kita. Tidak apa-apa mengumpat karena saya sok romantis menulis
ini untuk kamu. Tidak apa-apa menangis sambil tertawa ketika membaca ini, saya
pun begitu ketika menulisnya.
“Aku selalu berdoa, semoga kau yang
cengeng ini segera ketemu sama orang yang bisa langsung meluk kalo lagi sedih. Biar
kalo aku lagi ga bisa peluk kau karena aku jauh, aku gak khawatir”, kata
seorang kamu yang dalam beberapa jam ke depan bakal pelukan sama Mz. Polo. Kesel,
tapi terharu. Tapi kesel. Tapi aminin aja.
Untuk Halimah Nasmi, sahabatku yang
selalu minta izin kalo mau kentut, terimakasih sudah memilih bertanya daripada
menyimpulkan sendiri. Terimakasih sudah memilih untuk menegur saya daripada
menceritakannya ke orang lain. Terimakasih selalu berusaha memaafkan setiap
kesalahan saya, dan berusaha mengerti bahwa saya selalu punya alasan dan
pertimbangan sebelum melakukan sesuatu.
Selamat liburan duluan ya, Meh. Salam
sama Polo, kalo jalan-jalan jangan ngango, nanti ilang lagi. Aku berjuang
duluan ya, tenang, aku ga bakal cengeng besok. Mungkin abis ini, kita bakal
lama nggak ketemu. Sampe ketemu di hari wisuda, dandannya pake bismillah ya,
biar nggak luntur kena hawa panas di Gedung Gasing.
BTW,
Meh, kau biasanya mungkin jijik denger aku bilang gini sambil peluk-peluk. Tapi,
aku sayang kau, kali kali kali. Makasih ya udah jadi temen, kakak, adek, yang
paling baik walopun rada sinting. Makasih udah biarin aku jadi salah satu orang
yang deket sama kau, di saat kau punya banyak kesempatan buat jauh-jauh dari
bocah ngeselin dan cengeng kaya gini.
Pekanbaru, 8 Mei 2017.
Komentar
Posting Komentar
some comments please :)