Beberapa yang terbaik dari yang terbaik :)
“Mereka adalah mataku, ketika lensa kacamataku retak sebelah. Mereka adalah tanganku, ketika telunjukku teriris dan susah menulis. Mereka adalah mulutku, ketika aku terlalu takut memberitahumu sesuatu. Lebih dari segalanya, mereka adalah airmataku; yang ikut jatuh bersamaku, dan untuk mereka lah, aku harus menjadi lebih kuat, lebih baik. Untuk mereka; agar mereka tak lagi ikut jatuh bersamaku”
Rupanya, sahabat tak selalu tentang ‘iya’.
Untuk lawan
argumenku yang terkasih; yang seringkali membuatku berpikir berkali-kali ‘apa
yang salah?’ ‘siapa yang salah?’. Ah, rencana Tuhan tak sesimpel naskah drama
pagelaran, temanku. Untuk bisa saling mengasihi, kita butuh saling
membenci.......diri sendiri lebih dulu.
Beberapa
orang terpaksa mengangguk, untuk tetap berpegang tangan. Dan kau membawaku
meninggalkan zona nyaman, untuk bertahan. Karena
sesungguhnya; ketika kau membiarkan sahabatmu melakukan hal yang salah; kau adalah musuh terbesarnya. Beberapa orang
memilih menyamakan selera, untuk terlihat serasi di mana-mana. Dan kita
memutuskan untuk berjalan di jalur masing-masing, tapi tetap beriringan. Bukankah
persahabatan tidak tentang memaksa? Sesederhana telur mata sapi di piring makan
siangmu yang harus matang seluruhnya, dan aku setengah matang. Memilih pena
bertinta kering untukmu dan yang lebih cair untukku. Sampai serumit soal fisika
yang berusaha kau pecahkan dan skor TOEFL yang berusaha kutingkatkan. Kita tak
perlu selalu sama, untuk bisa saling mengisi.
Tak
sama bukan berarti berbeda sama sekali. Tentang menganalisa dan
menebak-nebak(dan selalu tepat), kita adadah partner paling serasi di muka
bumi. Dan, anehnya tak satupun dari kita mau mengalah melanjutkan ke jurusan
psikologi =P
Juga, sahabat tak selalu tentang ‘terlihat’.
Bahagia adalah ketika tahu ada yang menyayangi dan memperdulikanmu sebegitu tulus, bahkan ketika kau tak dapat selalu melihat dan berada dekat. Bahkan tanpa kau harus cerita dan memberinya label sahabat. Tapi kau tahu, kalian selalu saling takut terpisahkan.
Untuk
Kakakku, yang tak punya rok lain selain rok seragam sekolah. Sekalipun setelah
ini aku harus tetap di kota kita dan melepasmu jauh, janjikan aku ‘kau yang
feminin’ ketika pulang. Rambutmu tak harus panjang, tapi jadilah manis, Kak.
Jangan
lagi jatuh cinta diam-diam! Ah, Kak. Dia –laki-laki itu– bahkan mungkin takut
kaulempari bola basket dan tak berani mengungkapkannya. Atau takut kaupukuli
jika tiba-tiba dia menyatakan cintanya. Jadi, cepatlah jemput mimpimu, aku –di
kota kita– menunggumu, Kakak kelas yang diam-diam sering membaca tulisanku =P
Sahabat adalah tempatmu terlihat paling
buruk.
Ketika aku sibuk mengkhawatirkan pandangan orang-orang, dan menyimpan hidupku dalam-dalam. Kau membuka matamu untuk melihat bagian terburukku, dan melumpuhkan kakimu untuk tidak berada terlalu jauh dariku.
Tahun
ke-lima, kita sudah sah menjadi the sweetest bestfie ever? Ah, belum ada judul
yang pas untuk menggambarkan dua gadis
dari neverland yang bermimpi menjadi penemu dan penguasa planet baru di luar
angkasa, sih. Belum lagi soal dilema ‘terima’ atau ‘tolak’, dan ‘kejar’ atau ‘menyerah’.
Tentang mengingat dan mengenang, atau berjalan maju dan berhenti di rumah baru.
Dari cinta monyet jaman rok masih biru, sampai patah hati ketika rok udah
abu-abu. Dari sesimpel malu-malu dan lirik-lirikan dari pintu, sampai kali
pertama seseorang menggenggam tanganmu.
Sahabatku
yang heboh setiap rambutnya lepek dan ujungnya bengkok, tak peduli seberapa
banyak yang kau dengar dan yang kau tau tentang aku. Kau adalah bagian yang
selalu ingin kujaga agar tak pernah terlepas. Bukan karena rahasiaku ada di
ujung kukumu. Ini sumpah kalo baca jangan muntah, ye. Tapi karena........
aku takut tak cukup kuat membantumu berdiri ketika suatu saat kau terjatuh, aku
takut.. aku tak lagi bisa kau andalkan, dan takut... wislah kebanyakan,
ngeri mellow hih. Lebih dari apapun yang kau tau, kau adalah bagian yang
selalu ingin kujaga =’)
Sahabat tak selalu
tentang apa yang orang-orang akui
Ini tentang kau yang kurahasiakan dari orang-orang. Janjikan aku kuatmu, di depan orang-orang yang tak mengerti ‘susah’mu. Dan berjanjilah untuk tetap sekuat ini, sampai ‘kita’ menjemput bahagiamu. Selama kau tetap mengizinkanku menjadi pendengar dan pengisi ceritamu, biarkan aku berusaha menopang sebagian bebanmu. Karena sungguh, hal yang paling menakutkan ketika bersamamu adalah.... tak bisa berbuat apapun, untuk meringankan sedihmu.
Dan
kumohon, jangan jauhkan telinga dan tanganmu untuk mendengar dan merangkulku. Kau
harus tau, kau selalu membuatku merasa
lebih baik. Kau harus tau, kau lebih segala-galanya dari apa yang kau pikirkan
tentang dirimu =)
Sahabat tak selalu tentang ‘setingkat’
Bu Guru yang seringkali patah hati, ini tentang kau; yang lebih tua tapi tak pernah merasa tua.
Tapi
sungguh, kau adalah satu dari sekian banyak yang ingin kutiru kebaikannya, Kak.
Bukan, bukan karena postur tubuh dan bingkai kacamata kita nyaris serupa, tapi
karena........... entahlah, kurasa aku beruntung memiliki tempat mengadu,”Kak,
dia jahat”, bahkan ketika aku tak punya satu Kakak pun =’))
Sahabat.......
gitu deh :|
Nyaris genap 12 tahun, saya kenal kamu. Dan di luar sepengetahuan kamu; saya selalu ingin menggenapimu, dengan cara apapun. Sesederhana mendengarkan cerita seorang Ayah yang bangga anak laki-lakinya lolos masuk ke sekolah yang orang lain susah menembusnya, dan saya ikut bangga karena teman saya semasa sekolah dasar adalah orangnya =P
Sesimpel
menanyaimu kabar, dan bagaimana kehidupan di sana. Menunggu sabtu, untuk
mendengarkan cerita-ceritamu; tentang asrama, tentang seorang perempuan di sana.
Dan menunggu giliranku untuk menceritakan hariku, dan tentang patah hatiku. Menikmati
euforia menjadi orang yang bisa (merasa) dekat denganmu tanpa takut apapun,
karena kau ‘sahabat’ku.
Kau
bukan lagi laki-laki kecil berponi seperti duabelas tahun lalu, akupun bukan
lagi gadis kecil berkuncir dua seperti dulu. Waktu tak pernah mau kalah, selalu
mengejar bahkan kadang melangkaui kita. Aku tak ingat kapan tepatnya, ketika
tiba-tiba sabtu terasa begitu lama datangnya. Dan takut menyapamu lebih dulu, seperti
ada bom capung dan kupu-kupu meledak di perutku. Menjadi kaku ketika bertemu
denganmu di liburan semester yang kutunggu-tunggu. Aku lupa kapan, tapi di
pikiranku, aku terlalu tak mungkin melangkaui posisiku saat itu.
Waktu
terus berjalan meninggalkan apapun yang kupikirkan. Dan membawaku di saat satu
persatu ‘ketidakmungkinan’ itu berjalan mundur, dan menghilang. Tapi aku
terlalu takut, terlalu takut tak bisa memberitahumu dengan baik. Takut kehilangan
‘sahabat’, takut kehilangan ‘kamu’ yang membuatku terus menerus menunggu sabtu.
Waktu
terus membawaku menyusuri jalan setapak baru. Membawaku menemuimu dan berusaha
melenyapkan apapun hal gila yang kuinginkan. Tapi waktu juga yang membawamu
semakin berjalan maju, bahkan ketika aku selangkah lagi akan mundur. Waktu juga
yang membawa kita melangkaui posisi kita masing-masing, sampai hari ini, aku
tak pernah menyesal telah menunggumu. Sampai saat ini, aku tak pernah menyesal
jatuh cinta kepada sahabatku.
Aku
tetap sahabatmu, sahabat yang menyayangimu lebih; dan bersyukur telah
kausayangi lebih. Dan kau, tetap sahabatku dan laki-laki terhebat kedua setelah
Ayahku =’) <3
I laf you.
BalasHapus