Saya memang gila, kamu tau apa?

Kau pernah menyemai benih; yang ketika kutanya itu apa, kau diam saja. Kau merawatnya dengan tekun, tanpa seorangpun yang dapat mengusiknya. Kau sirami sendirian, kau pupuk dan kau lindungi dengan lenganmu sendiri. Benih itu tumbuh sendirian, di lahan kosong yang kau pagari dengan susah-senangmu, sedih-bahagiamu. Lahan kosong itu, hatiku.

Benih itu rupanya tanaman merambat, yang semakin hari semakin tumbuh sehat. Semakin berurat dan menjerat lahanmu, hatiku. Pagi itu, tanamanmu berbunga banyak. Merekah seperti bibir bayi-bayi, mekar seperti senyuman yang para ibu. Wangi seperti di dalam dekap ayah. Hangat seperti rangkul yang kau lingarkan di hatiku. Benih itu, rupanya kebahagiaan. Yang berbunga tak kenal waktu, tak kenal layu.

Terimakasih, sudah begitu kuat menjadi bahu yang kusandari setiap lelah; walaupun seringkali kau tak terlihat. Terimakasih sudah menjadi peluk yang begitu hangat, menjadi senyuman yang begitu tentram, menjadi kecup yang begitu lembut, menjadi genggam yang begitu pasti. Kau bahagiakan aku tanpa celah, tanpa cacat, tanpa sedetikpun jeda.

Tapi ada yang kau lupakan. Barangkali tak sengaja, atau khilafmu saja; kau lupa ajari aku bagaimana untuk tetap hidup ketika sedih, dan kembali bahagia setelahnya. Karena belakangan, ada nyeri di lahan yang kau tanami dulu, ada nyeri di hatiku. Pemiliknya lelah berkebun, barangkali. Pemiliknya memilih pergi, barangkali. Bukan, aku bukan menyalahkanmu. Kau lelah, atau pergi, itu terserahmu. Bunga-bunga yang kau rawat sejak benih itu, layu. Awalnya kukira mereka menunduk malu, atau merajuk karena merindukanmu. Belakangan aku sadar, mereka mulai mati satu persatu. Getahnya beracun, hatiku tiba-tiba tandus.

Biar kubawakan kau kembang warna-warni untuk kita rawat berdua, sayang. Sampai mereka melahirkan benih-benih untuk kita semai. Kutebar sekantung di hatimu, kausebar segenggam di hatiku. Lagi, sayang. Kita biarkan mereka hidup tak kenal layu. Kau mau kita pelihara tulip? Atau mawar? Aster? Rosemary? Kau mau kita miliki semuanya? Kau mau kita buat taman bunga berhektar-hektar, biar kupu-kupu yang menari di perutku ketika kita saling jatuh cinta dulu memiliki rumah baru?

Atau kau mau aku bersabar dan menunggu dulu? Sebentar lagi? Sedikit lebih lama lagi? Kau mau aku menunggumu di mana? Di rumahku? Rumahmu? Rumah (impian) kita?

:')

Komentar

Postingan populer dari blog ini

cerpen : Merpati Rindu :)

Dear Putri

Hujannya langit, untuk bumi