"Permainan Angin" #SayembaraTulangRusukSusu

                Aku adalah senyuman yang kau selamatkan di tengah gerimis pada suatu senja beberapa minggu lalu. Barangkali kau adalah pelangi itu, yang sengaja tak Tuhan pampangkan di langit agar aku satu-satunya gadis yang bisa menikmati indahmu. Kau adalah udara bersih yang tiba-tiba menyusup, memenuhi paru-paruku. Seketika hidup dan harapanku bergantung padamu. Di tengah malam dan pagi buta Pekanbaru yang berkabut belakangan ini, kau adalah kebahagiaan yang semesta hadiahkan kepadaku. Mungkin ini alasan mengapa orangtuamu memberimu nama Angin.
                Dulu, dulu sekali, seorang teman pernah berapi-api menceritakanmu. Dia jatuh cinta padamu,  katanya. Dia jatuh cinta sejak lama sekali, pada wajahmu yang diceritakannya begitu apik. Dia menggambarkan wajahmu bagai dunia, yang dia hafal seluruh laut dan bukitnya. Aku ingat, bagaimana dia melukiskan wajahmu dari kening hingga bibir, seakan-akan ia ingin melupakan dosa untuk dapat mengecup dan menyesap keduanya. Aku ingat bagaimana dia mengagumi setiap sentimeternya, dan benda-benda yang sebenarnya lumrah dan sewajarnya ada di sana. Seperti matamu, dia bercerita seakan-akan dia lah penghuni palung dalam di hitam bolamata yang sembunyi di kelopakmu itu. Seperti hidungmu, dia bercerita seakan-akan wangi rambut dan parfumnya lah yang pantas menggelitik hidungmu itu. Dia menginginkanmu, lebih dari yang pernah orang-orang tau dan mulai saat itu aku mengetahuinya. Dia menginginkanmu, sampai tenggelam di mimpinya yang begitu dalam untuk bisa berjalan beriringan di sampingmu. Tapi dia bahkan tak sekalipun berbicara, tak sekalipun menyentuhmu. Aku hanya mengamini doanya, doa untuk mendekapmu erat dan memilikimu seutuhnya. Walaupun aku tak mengerti bagaimana dia bisa segila itu menginginkanmu, aku tetap mengamininya. Walaupun aku tak melihat apapun yang istimewa dalam dirimu, aku tetap mengamininya.
***
                Sesuatu menjalar hangat, dari ujung jari-jari tanganku yang kau genggam lama sekali. Padahal jemarimu selalu beku. Ah, tapi bukankah memang begitu? Es batu yang kita genggam lama akan menyisakan panas di telapak tangan. Sesuatu yang aku tak tau namanya itu, menjalar dan berhenti di pergelangan tanganku, seperti menghambat aliran darah lewat nadiku. Kebekuanmu menular, jemariku mendadak beku setelah panas yang kau tinggalkan terus  menjalar naik mengikuti aliran darah, memuncak di jantungku yang berdegub lebih cepat dan semakin cepat. Dan detik itu juga aku ingin melepaskan lengan yang menyatu dengan telapak tangan yang kau kejutkan lewat genggammu, berlari sejauh mungkin agar kau tak mendengar degub jantung yang membuncah karenamu.
                Sesuatu mengalir begitu tenang, sesuatu yang hidup dan tinggal di sepasang matamu yang dalam. Sepasang mata yang beberapa kali memerangkap sepasang mata milikku. Sesuatu yang tanpa aba-abamu keluar dan berpindah padaku, sesuatu yang aku takut melihatnya tapi tetap kuterima. Anggaplah sesuatu itu kerling yang kau miliki sejak lahir, atau sejak kau turun dari khayangan ke bumi. Anggaplah sesuatu itu bias kunang-kunang surga yang hidup di matamu. Sesuatu itu menerobos masuk ketika kau; di dalam canda dan permainanmu, menatapku lekat-lekat hari itu. Sesuatu itu menetap dan semakin pekat di pikiranku. Sesuatu itu membawa serta senyum lengkap dengan sebaris rapih gigi-gigi rapatmu ketika tertawa. Aku mulai menikmatinya. Sesuatu itu membawa serta kelopak tak bergaris yang menelan seluruh matamu ketika kau tertawa lepas, dan aku mulai menyukainya.
                Dan, sesuatu menamparku keras. Sesuatu yang mengingatkanku bahwa ini tak lebih dari senda gurau, tak lebih dari candaan yang di dalamnya aku ikut bermain. Ini, berawal dari permainan yang menahanku untuk berlama-lama. Karena ada kau di dalamnya.
                                                                                 ***
                Dia; temanku yang ingin memilikimu sejak lama itu, mulai menahanku. Dia selalu menyerangku dengan kebaikan-kebaikan yang semakin lama kurasa semakin palsu. Dia mengancamku dengan rasa bersalah jika aku memutuskan untuk meneruskan ini. Dia selalu berusaha memastikan apa aku menginginkanmu atau tidak. Dan aku selalu menjawab tidak. Terakhir kali ketika ditanyakannya lagi, aku menjawab tidak tahu. Karena di luar kesadaranmu,  semakin hari kau semakin mengikatku. Semakin hari egoku menuntut untuk berbalik menarikmu, menarikmu semakin dan semakin dekat. Semakin tak berjarak dan berjeda. Dan gilanya lagi, aku menginginkanmu.
                Pembenaran apa yang ku cari dari menghianati seorang teman? Tapi perasaan ini pun kusembunyikan darimu, dan aku berhenti mengamini doa perempuan itu. Sekarang, apa bedanya aku dari temanku yang begitu gila mengagumimu itu?
                                                                                  ***
                Sebelum kau selamatkan, aku adalah senyuman yang setiap menit semakin pudar. Tepat di menit terakhir sebelum aku lenyap, kau datang bagaikan oase yang memberikanku harapan terakhir untuk bertahan. Dan, aku bertahan. Tapi setelah aku bertahan, pertahananku terlalu kuat untuk menyelamatkan diri sendiri. Dan hari itu, pikiran-pikiran gila mulai merayuku lagi, bolehkah aku mempertahankanmu? Maksudku......... mempertahankan keinginanku untuk mendekapmu lebih untuh. Lebih nyata dari permainan kita. Lebih berharga dari candaanmu.
                Lupakan saja. Kau memang terlalu tak mungkin untuk kujadikan naungan. Kau memang terlalu tak mungkin untuk kuinginkan lebih. Kau memang terlalu mahal, untuk perempuan yang terbawa arus permainan. Biarkanlah sekali ini saja, aku menjadi gadis kecil yang merasa hidup di dalam permainannya. Sampai lelah dan memutuskan untuk tidur, dan membawa permainan kita lebih jauh ke dalam mimpiku. Seperti yang belakangan ini rutin kulakukan.

                Aku adalah rusuk, yang mencari ruang di dadamu yang kosong. Perempuan itu juga sebilah rusuk, yang menunggu kau sambut sejak lama. Tentang siapa yang akan menetap di dadamu, entah itu aku, atau perempuan itu. Atau  bahkan tak satupun dari kami. Terimakasih sudah menyelamatkanku, Angin.  Terimakasih sudah menjadi rindu yang menganak di hatiku, terimakasih sudah menjadi oase yang menghidupkan pengharapanku.

#SayembaraTulangRusukSusu

Kau, lebih baik jangan pernah membaca ini. Aku tak ingin menjadi bagian yang kau sisihkan karena kau mengetahui ini. Dan kalau kau terlanjur membaca ini, berpura-puralah tidak pernah membaca apapun. Berpura-puralah seperti aku yang berpura-pura tak meleleh setiap bermain di permainan kita.

Selamat malam, Angin :)

Komentar

  1. keren bangeeeeeeeeetttttt..aaaaa!! salam kenal ya :) aku lg buka fav-nya bang indra dan buka blog kamu malah jadi hopeless gitu ada sad story yg sebagus ini.. doain aku juga dapet ya sayembaranyaa :) tetep nge-blog! aku bakal jadi pembaca setia blog kamuuu~

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo, Roro! Manis sekali, terimakasih banyak, yaah. Iya didoain, semoga kita sama-sama dapet yaa sayembaranya :D

      Hapus

Posting Komentar

some comments please :)

Postingan populer dari blog ini

Dear Putri

cerpen : Merpati Rindu :)

Hujannya langit, untuk bumi