Dari Langit Menuju Bumi :)
Untuk langit, yang menjadi naungannya lebih dulu; sebelum
aku.
Cantik, apa kabar?
Aku baik.
Dia, genangan di telagaku; awanmu dulu, juga baik. Setelah dia kubawa pindah
bersamaku, pasti kau merindukannya, kan?
Dulu. Dulu
sekali. Aku pernah sepertimu, menunggunya turun sesekali menyapaku. Lewat gerimis,
dia mengunjungiku; sebagai seorang teman lama. Lewat gerimis, dia singgah tapi
kemudian kembali menguap; kembali padamu. Kau memaksanya pulang, padahal aku
masih kekeringan. Kau membawanya pulang, sebelum dahaga ladang dan haus di
taman bungaku hilang.
Hari itu,
dia turun kepadaku sebagai hujan. Dia tergenang di mangkuk-mangkuk yang kusebar
di pekarangan. Tak ingin kau menjemputnya lagi, kupindahkan dia ke telaga. Kubiarkan
dia mengaliri satu-dua aster yang kehausan. Dia terus mengalir, memulihkan
tanah yang tadinya retak, menghidupkan pohon linden yang hampir mati. Dia masuk
terlanjur terlalu dalam, menggenang dan menetap di telaga yang dulu kekeringan.
Aku. Yang
berada sangat jauh darimu. Tak akan membiarkannya menguap dan kau peluk lagi. Tak
akan membiarkannya kembali, menjadi awanmu lagi.
Langit,
aku tak setinggi dan semegah engkau. Tapi aku, yang dengan segala kekurangan
dan kesanggupanku memantaskan diri membawanya pindah. Kau bukan rumahnya lagi,
kau bukan naungannya lagi. Aku, dengan sisa-sisa tenagaku mencoba menjabat
tanganmu. Memperkenalkan diriku, sebagai tujuannya kembali ketika lelah. Jadi,
jangan menunggunya pulang. Karena dia, telah memutuskan pindah.
Karena bagiku pindah adalah tentang
perjanjian untuk menetap di rumah baru. Dan setiap dia pergi, sekedar
berkeliling atau barangkali kau melihatnya di sekitarmu; dia akan pulang ke
rumahnya, aku.
Aku, Bumi :)
#20hari #sebelumpindah
Retno Widya Pangesti
#20hari #sebelumpindah
Retno Widya Pangesti
Komentar
Posting Komentar
some comments please :)