Kita beri titik di sini :)
Katanya, kamu yang paling
hafal setiap sinyal yang terpancar dari sonar di kepalaku. Katanya, kamu yang
paling mengerti setiap denging nyaring dari kepakan sayapku. Katanya..........
kamu yang paling tahu siapa aku. Kamu bohong ya?
Setiap senja, aku duduk di
balik jendela. Menerka-nerka siluet siapa lagi yang akan muncul terkena bias
keemasan dari langit. Setiap kali aku mencari, yang kudapati hanya bayangan pak
pos kecil berbulu lembut seputih salju, yang mengabariku ‘Tidak ada surat
untukmu hari ini, Nona’.
Aku mendengus kesal
sendirian, rasanya ingin kucari dimanapun kamu saat ini. Tapi aku sudah
kehabisan banyak sekali bubuk pixie hanya untuk terbang mencarimu. Aku malu
kalau lagi-lagi meminta segenggam bubuk pixie milik Tinkerbell. Sekarang, yang
sibuk kupikirkan adalah seandainya.... seandainya.... dan seandainya....
Tidak bisakah kita menjadi
seperti prase eksosentrik yang tak terpisahkan satu sama lain? Saling melengkapi
antara inti dan tambahan seperti rangkaian kalimat yang menyejukkan? Kenapa...........
kau senang sekali bermain tunggal seperti prase indosentrik. Padahal aku
sengaja, mengisahkan cerita kita tanpa titik. Kuuraikan setiap ingatan maupun
kenangan melalui klause-klause yang terus berujung koma, agar tidak pernah
bermuara pada titik, yang tandanya berakhir. Kau tahu? Aku selalu
menunggu-nunggu kelanjutan kisah ini, agar aku bisa meneruskan dongeng ini, dan
mengubahnya menjadi legenda.
Atau kau kesal, karena
tulisanku terlampau sederhana? Kau tidak senang, jika setiap ingatan dan
kenangan hanya kutumpahkan dalam kalimat dengan ribuan klause? Baiklah, aku
janji akan membuat paragraf yang indah. Asal kau juga janji akan memberitahuku
kelanjutan cerita ini, walaupun akhirnya ini akan berujung titik.
like this yo mbak :D
BalasHapusmakasih teteh, much smooches :-*
Hapus