CERPEN : Pilihan Langit :)

            Angie menangis, dia takut tidak bisa menemukan kelinci kesayangannya yang tiba-tiba menghilang ketika bermain di taman. Dia terlalu asyik mengumpulkan bunga-bunga taman yang gugur di tanah, hingga perhatiannya kepada Chicu, kelinci coklat kesayangannya itu pun luput. Dia terlalu lelah menangis dan berkeliling taman mencari kelincinya itu, samppai akhirnya dia hanya duduk di pondokan kecil di ujung taman.
            Gadis kecil berusia 7 tahun itu masih saja menangis, sambil terus memanggil-manggil nama kelincinya itu. Sampai akhirnya ia mendengar suara anak laki-laki dari arah belakang.
            “Ini punyamu?”, tanya anak laki-laki yang berusia sekitar 9 tahun itu. “Tadi dia berlari ke halaman rumahku, ini punyamu ya?” dengan lembutnya anak itu menyerahkan kelinci lucu berwarna coklat kepada gadis kecil yang mengangguk di depannya.
            “Aku Langit”, kali ini anak laki-laki itu mengulurkan tangannya.
            Angie mendongak ke atas, melihat hamparan biru luas yang menjadi atap mereka berdua saat ini, kemudian dengan bingung, ia kembali melihat anak laki-laki yang baru memperkenalkan dirinya itu. “Langit?”
            “Maksudku, namaku Langit”, dengan senyuman malu-malu, Langit menjelaskan.
            “Ooh namamu langit. Aku........”, belum sempat menyebutkan namanya, dari kejauhan ada yang melambaikan tangan ke arah mereka. Itu ayah Angie, pak Burhan. Saat ini memang sudah sangat sore, waktunya anak kecil pulang ke rumah. “Terimakasih”, gadis kecil itu pergi begitu saja meninggalkan Langit yang masih penasaran dengan namanya.
                                                                        ***
            Suasana rumahnya yang jauh dari kata menyenangkan, membuatnya harus merasakan kesepian yang sangat mendalam. Masa-masa indah itu, sudah lenyap semenjak dua bulan lalu orangtua Langit dinyatakan resmi bercerai. Malam ini, terlalu bahaya anak sekecil itu bermain sendirian di taman. Tapi, keadaan yang memaksa Langit untuk bersikap lebih dewasa dari anak-anak lain seusianya. Malam ini gelap sekali, dia menatap langit yang gelap, sama sekali tidak ada bintang di sana. “Ah, kenapa namaku Langit? Langit kan selalu kesepian, apalagi kalau mendung begini”.
            “Aku suka sama langit, luas dan ga ada batas”, kata seorang gadis kecil yang tiba-tiba berada di sampingnya. “Aku Angie, maaf kemarin buru-buru pulang, jadi ga sempet memperkenalkan diri deh”
            “Oh kamu yang kemarin itu ya, gimana kelincinya? Jangan hilang lagi yaa”
            Gadis kecil itu Cuma mengangguk, menandakan semua baik-baik saja. Dia merasa ada yang aneh dari pahlawan penyelamat kelincinya itu, senyumnya tidak seindah waktu itu.
            “Kamu tau kenapa kamu diberi nama Langit?”, tanyanya dengan sangat lugu.
            Langit mengangguk, “Kata Mama, Langit itu punya banyak teman. Ada bulan, bintang, matahari”
            “Pelangi?”, tanya nya lagi.
            “Nah iya, pelangi juga. Tapi diantara semuanya, aku paling suka bintang. Karena bintang ada di siang dan malam, matahari juga termasuk bintang, jadi bintanglah temanku setiap saat, setiap aku sepi. Entah kenapa malam ini ga ada bintang di langit”, jawab anak itu.
            “Iyaya? Kalau malam ini kamu pengen lihat bintang, kamu pejamkan mata kamu. Bayangkan ada banyak bintang di tangan kamu”, Angie memberi instruksi sambil diikuti oleh Langit. “Sekarang, kamu buka mata kamu. Banyak kan bintangnya?”
            “Wah  iyaa!!!”, anak laki-laki itu terlihat sangat kagum memandangi telapak tangannya yang seakan-akan bertaburan bintang. “Ngomong-ngomong, arti namamu apa?”
            “Arti namaku, adalah kebahagiaan setelah air mata”, jawab gadis kecil itu sok dewasa.
            “Hah? Emang Angie itu berasal dari bahasa apa?”
            “Namaku pelangi”, jawabnya sekali lagi. “Papa bilang, aku adalah kebahagiaan baru di sepanjang musim hujan”
            “Wah, kamu penghias langit dong”, katanya dengan bangga. “Berarti mulai sekarang, kamu harus deket-deket terus sama aku!”
                                                                        ***
            Sejak pertemuan mereka yang kedua kalinya itu, setiap hari mereka habiskan bersaama. Sampai akhirnya mereka mulai dewasa, dan duduk di bangku SMP, di sekolah yang sama. Langit adalah kakak kelas Angie di sekolah ini, setiap hari mereka pulang pergi bersama.
            Semakin dewasa, Angie semakin mengerti ada perasaan baru yang sangat indah di hatinya. Seperti getaran yang tak bisa ia hentikan, setiap kali ia menatap mata Langit dalam-dalam. Angie sudah paham benar siapa Langit, bahkan masalah keluarga Langit yang sangat rahasia itupun ia tahu. Entahlah, mungkin rasa persahabatan itu telah disulap waktu menjadi perasaan yang lebih dalam, cinta mungkin.
            “Langit!”, teriak Angie dari kejauhan sambil melambaikan tangan.
            “Apa nona warna-warni? Sudah siap untuk pulang?”, goda Langit kepada gadis yang masih saja lugu itu. Diikuti dengan Angie yang mengangguk, lagi-lagi dengan senyuman manis khas nya itu.
            “Lang, kamu masih berharap ketemu bintang yang bakal jadi temen kamu sepanjang hari?”, tanya gadis yang sedang berdiri di pijakan kaki belakang sepeda itu.
            “Masih dong, kamu bantuin dong cariin bintang yang cocok buat aku”, jawab laki-laki itu santai. “Nah udah sampai nih, gih sana mandi, asem tau”
            Angie turun, tidak lagi dengan senyum manisnya. Ia murung sepanjang siang ini, ia merebahkan badannya ke ranjang super empuk di kamarnya, membuka notebooknya dan mulai berkeluh kesah di sana.
Aku memang hanya segaris pelangi
Bukan bintang dan mentari
Bukan yang selalu bisa menerangimu
Aku bahkan tak tampak ketika gelap
Aku bukan yang kau mau
Tapi aku masih berharap
Suatu saat, aku akan menjadi takdirmu
Jikapun tidak, biarlah aku mencarinya untukmu
Mencarikan bintangmu

                                                                        ***
            “Selamat ya Lang, kamu lulus!”, jerit histeris Angie ketika pengumuman kelulusan Langit disampaikan.
            “Iya nona warna-warni”, Langit memeluk gadis itu, erat sekali, hangat sekali.
            Angie benar-benar merasa sangat nyaman, ia ingin menahan waktu atau paling tidak memperlambatnya. Agar ia tetap berada di sisi Langit, entah kenapa rasanya seperti akan kehilangan Langit jika pelukan ini ia lepas.
            “Angie,  nanti malem ketemu di taman ya. Bawa chocky jangan lupa. Oke, sekaerang kamu pulang duluan aja, aku masih ada yang mau diambil”, kata Langit disambut anggukan manis Angie.
            Angie sudah berada di taman bersama chocky, kelinci yang ia dan Langit beri nama sekitar dua tahun lalu, ketika chicu, kelinci lamanya mati. Tak lama kemudian, Langit tiba. Duduk di rerumputan bersama Angie dan chocky. Malam itu sunyi sekali, sampai akhirnya Angie membuka suara.
            “Langit malam ini gelap sekali, kamu lagi sedih ya?”
            Langit terdiam, kenapa gadis ini bisa begitu hafal denan kelakuannya, dan tahu kapan ia sedang sedih, seperti saat ini. “Kamu ini hobinya menebak-nebak ya”
            “Kenapa? Kamu masih nunggu bintang datang buat menghiasi langit? Menghiasi hidup kamu?”, tanya gadis itu, saat ini terdengar sepotong emosi di dalamnya. Sambil memeluk erat kelincinya, gadis itu kembali bicara, “Kamu ga pernah berharap ada pelangi yang ngehiasi langit itu? Kenapa? Karena pelangi ga bakal datang kalo ga ada hujan? Atau karena pelangi ga bakal ada kalo udah malam?”
            “Ngie.. kamu kenapa?” tanya laki-laki itu kebingungan.
            “Langit, aku sayang kamu”, Angie langsung memeluk sahabatnya itu, pelukan yang sama seperti di sekolah tadi. Seakan-akan Langit akan pergi jauh, jauh sekali.
            “Aku bakal sekolah di Surabaya, bareng Mama”, kata laki-laki yang sedang tercekat di dalam pelukan gadis kecil itu.
            Muka Angie memerah menahan marah, kali ini air matanya mengalir begitu saja. Disaksikan kelinci dan bulan bulat sempurna di atas sana. Malam ini benar-benar akan menjadi malam perpisahan mereka. Angie, masih tidak kuasa mendengar semuanya. Langit akan melanjutkan SMA nya ke Surabaya, ke kota tempat tinggal Mamanya. Sementara Angie akan tetap di sini, melanjutkan hidupnya tanpa Langit lagi.
            “Ngie, ada banyak orang bernama Langit di dunia. Semoga kamu bisa temuin langit kamu di sini. Aku ga bakal pernah lupain masa-masa indah kita”,  kata laki-laki itu sebelum pulang ke rumahnya, dan bersiap untuk berangkat besok pagi-pagi sekali.
            Tangan Angie mencengkram erat lengan Langit, “Apa aku harus ganti nama jadi Bintang, supaya kamu ga pergi dari aku? Atau matahari? Atau apa Lang? Kamu mau aku jadi apa” air matanya masih menetes deras sekali.
            Langit tidak suka melihat ini, ini kedua kalinya ia melihat Angie menangis setelah beberapa tahun lalu ia menemukan gadis kecil menangis sendirian di taman. “Aku bakal balik lagi kok, baik-baik di sini ya”
                                                                        ***
            5 tahun berlalu, dan Langit sama sekali tidak pernah ada kabar. Dua bulan pertama, ia masih mengirimi email dan beberapa kali menelepon Angie. Tapi lama-kelamaan, Langit mulai menghilang hingga sama sekali tak terdengar beritanya. Angie kini sudah tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik jelita, tapi ia masih tetap sama. Ia masih Pelangi yang ingin menjelma menjadi Bintang, yaa seperti yang diinginkan langit.
            Ini hanya masalah nama. Kenapa aku tidak mengganti namaku menjadi Bintang, kalau memang itu bisa mengembalikan Langit kepadaku.
            “Eh sorry, ada yang luka?”, tanya seorang perempuan yang tadi berjalan tergesa-gesa hinga menabrak Angie.
            “Tidak apa-apa”, Angie berdiri dan berusaha membereskan buku-bukunya.
            Dari ujung gerbang, ada seorang laki-laki yang sepertinya menunggu perempuan yang barusan menabraknya itu. Perempuan itu menunduk pamit, kemudian berlari ke arah laki-laki dengan jaket jeans yang terlihat sangat tampan itu. Ini hari pertama Angie menjadi mahasiswa, dan perempuan yang menabraknya tadi, sepertinya seruangan dengannya.
            Sepanjang perjalanan pulang, Angie hanya membayangkan perempuan tadi. Betapa senangnya perempuan itu ditunggu oleh laki-laki ketika pulang kampus, persis seperti ia dan Langit dulu, yang selalu pulang bersama naik sepeda ketika jam sekolah berakhir. Ah kenangan....
            Kelinci terakhirnya adalah chocky, yang mati dua bulan setelah Langit pindah ke Surabaya. Semenjak itu, Angie tidak pernah lagi memelihara kelinci. Ia bahkan muak melihat jejeran kelinci yang dipajang di toko-toko hewan. Terlebih ketika mengingat, sampai saat ini Langit tak pernah ada kabar. Apakah Angie sudah benar-benar terlupakan?
                                                                        ***
            “Hey kamu, maaf ya yang kemarin itu aku ga sengaja”, seseorang menghampirinya, gadis yang waktu itu tidak sengaja menabraknya di koridor kampus.
            “Eh iya engga apa-apa kali”, senyuman Angie itu, memang tak pernah berubah sejak kecil dulu, masih saja mengagumkan.
            “Namaku Bintang”, gadis itu mengulurkan tangan, tapi Angie hanya terdiam, seperti tertampar badai besar, ia mematung “Hey.. namaku Bintang. Namamu?”
            “Eh? Ohh. Aku Pelangi, panggil aja Angie”, kali ini ia menyambut tangan perempuan itu. “Namamu Bintang ya? Ooh, hmmm senang mengenalmu”
            Ia ingat betul betapa dulu Langit sangat menunggu-nunggu seseorang bernama Bintang mendatangi kehidupannya. Sekarang, Angie bertemu dengan perempuan bernama Bintang. Apakah kali ini, ia harus mengantarkan Bintang kepada langitnya? Apakah ia sanggup? Apakah ia harus mencari Langit, untuk menyerahkannya kepada bintang?
            “Seandainya ada langit di sini, pasti dia senang sekali”, gumam Angie pelan. Tak sadar kalau Bintang sejak tadi memerhatikannya.
            “Langit? Siapa tuh?”
            “Eh bukan, hehe maaf ya”, tegas Angie.
            “Eh besok jalan yuk, aku orang baru di sini jadi belum punya kenalan”, gadis itu mengajak Angie dengan penuh harap.
            “Loh laki-laki yang kemarin itu?"
            " Ooh itu, dia sudah balik ke Surabaya kemarin sore”
            Tunggu dulu! Di mana tadi? Surabaya katanya? Langit kan..........
            “Itu siapamu?”, tanya Angie penasaran
            “Aaah, adadeeeeh”, jawab Bintang yang kemudian pergi begitu saja setelah meninggalkan nomer ponselnya.
                                                                        ***
            Dering ponsel Bintang memecah suasana, mereka sedang Asyik menikmati film horror di kamar Bintang.
            “Ngie tolong angkat bentar dong, aku kebelet pipis nih”, katanya sambil terbirit-birit ke toilet
            Rainald +6282211122712
            “Haloo?”, terdengar suara dari kejauhan sana. Suara yang berat, dan terdengar sangat hangat.
            “Ha.. hallo”, jawab Angie terputus-putus.
            “Sayang, kamu gimana sih? Ditelponin malah diemnya lama, jawabnya gagap lagi. Kenapa sih?”
            Tak lama, Bintang keluar dan Angie menyerahkan telepon itu. Ternyata yang menelepon tadi kekasih Bintang, yaah berarti ia tidak bisa memperkenalkannya ke Langit.
            Mereka berbicara lama sekali di telepon, terdengar mesra sekali. Tak lama setelah telepon ditutup, Angie melompat tepat ke samping Angie. “Dia bakal datang! Dia bakal datang!!” sambil mengguncang-guncang tubuh Angie yang terlihat sangat shock melihat temannya itu.
            “Pacarmu?” tanyanya heran. Tapi bintang hanya tersenyum sambil mengangkat kedua bahunya.
                                                                        ***
            Masih pagi sekali, tapi Angie hari ini bangun lebih awal. Padahal malam tadi ia terkena insomnia akut. Ia hanya memikirkan suara yang didengarnya keemarin, suara orang yang akan datang mengunjungi Bintang itu. Namanya, Rainald. Bukankah ‘rain’ adalah hujan? Kalau aku ingin mengganti namaku menjadi Bintang agar Langit memilihku, mungkinkah laki-laki itu Langit? Yang mengganti namanya menjadi Hujan agar bisa memilihku sebagai Pelanginya?
            Hari ini akan ia buktikan sendiri, Bintang mengajaknya menemui Rainald di sebuah cafe di sebrang kampus. Mereka menunggu hampir satu jam, tapi orang itu belum juga muncul. Rasa penasaran Angie hampir berubah menjadi rasa kecewa, sampai akhirnya Rainald yang ditunggu-tunggu pun datang. Entah mengapa, ia berharap kalau laki-laki ini adalah Langit.
            “Hey!”, seorang laki-laki yang terlihat tampan dengan kacamata hitam menghampiri meja mereka. Diikuti dengan Bintang yang berdiri dan langsung memeluknya, Angie benar-benar merasa seperti hiasan dinding yang menyaksikan kerinduan dua orang itu. “Ngie, kenalin ini Rainald tunanganku”
            Laki-laki itu membuka kacamatanya, benar-benar mirip. Sangat mirip. Hati kecil Angie berteriak LANGIIIIT!!!!!!!!!!!!!!! Tapi laki-laki ini memperkenalkan dirinya sebagai Rainald, bukan Langit. Dan kelihatannya, orang ini tidak mengenal Angie. “Hey, Aku Angie. Senang berkenalan denganmu”
            “Yaa heey, aku Rainald. Ada apa dengan wajahku? Kok kaget begitu melihatku?”, sorot mata yang sama persis dengan Langit itu menerobos bayangan-bayangan lain di hadapan Angie. Kalau laki-laki ini adalah Langit, kenapa begitu seenaknya melupakan Angie?
            Suasana terasa agak tegang saat itu, dan sepertinya Bintang menyadarinya. Akhirnya ia memecah suasana dengan memperkenalkan Angie secara lengkap, “Ini temen baruku, namanya Pelangi tapi biasa dipanggil Angie”, sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Rainald. Sebenarnya Angie menyadari itu, tapi ia hanya menganggap kedipan itu bercandaan mereka berdua.
            Ada yang lain di antara pasangan ini, Angie terus saja menerka-nerka yang terjadi. Sambil terus mensugesti dirinya kalau Rainald bukanlah Langit yang berganti nama. Reinald tetaplah Reinald, bukan Langit.
            “Tidak salah lagi, kamu orangnya”, Angie terbelalak mendengar omongan Rainald barusan. Dia heran, sepertinya Bintang mengerti keadaan ini, gadis itu hanya tersenyum menyimak pembicaraan mereka.
            “Iya Ngie, ternyata memang kamu”, tambah Bintang. “Sekarang, ikut kami”
Hamparan rumput luas dengan banyak gundukan tanah berbentuk persegi panjang, dengan pengenal yang tertera di atas batu-batu petak itu. Ada beberapa yang masih belum ditumbuhi rumput dan masih basah, ada juga yang ditaburi banyak bunga warna-warni. Ini pemakaman. Tapi, kenapa mereka membawa Angie ke sini? Angie terdiam, otaknya berpikir seratus kali lebih cepat, beribu kali lebih cermat dan dia tetap tidak berani menyimpulkan apa-apa. Kenapa Bintang tiba-tiba menghampirinya waktu itu? Kenapa orang yang mirip dengan Langit bisa menjadi tunangan teman barunya? Apakah ketidaksengajaan bisa sekompleks ini? Bisa berkaitan dengan masalalunya begini?
            “Maaf karena aku ga bilang langsung ke kamu, dan Rainald itu bukan Langit”, jelas Bintang tiba-tiba memecah lamunan Angie.
            Angie jatuh terduduk, diantara rumah-rumah abadi di sekelilingnya, ia menangis sejadi-jadinya. Semakin berusaha membaca keadaan, secepat itukah Langit pergi? Tapi kenapa? Kenapa tidak pernah ada yang mengabarinya?
            “Aku ini saudara kembar Langit, setelah kecelakaan itu dia menitipkan gadis bernama Pelangi kepada kami”, tiba-tiba Rainald bersuara. “Sebelum orang tua kami berpisah dan aku memutuskan untuk ikut Mamaku ke Surabaya, kami berjanji akan saling menemukan hiasan dunia kami masing-masing. Aku bertemu dengan Bintang, nama yang sebenarnya diidam-idamkan Langit, tapi aku lebih duluu mendapatkannya, inilah keegoisanku yang tidak mau menyerahkan Bintang impian adikku, bahkan aku tak pernah  menceritakan kalau aku bertemu dengan perempuan bernama Bintang. Dia sering bercerita tentangmu, Pelangi. Dia selalu ingin bertukar posisi denganku, dia ingin aku mengenalmu. Dia ingin kau menjadi penenangku, Rainald si raja hujan, begitu dia memanggilku. Hahaha, akhirnya dia memutuskan untuk pindah ke Surabaya”.
            Angie mengingat malam itu, malam dimana ia dan Langit duduk di taman tempat mereka pertama kali bertemu. Ia selalu merasa, Langit akan pergi jauh, jauh sekali.
            Ketika sampai di Surabaya, Langit langsung mencari Rainald yang sedang tidak di rumah. Ia mengemudikan mobil Mamanya menuju tempat yang diberitahu Reinald melalui pesan singkat. Dia sangat semangat, dia berharap kakak kembarnya itu akan bahagia ketika diperkenalkan dengan Pelangi, yang sesungguhnya tidak rela ia serahkan kepada kakaknya. Ia terlalu tergesa-gesa, hingga kecelakaan itu menghancurkan segalanya...........
            “Aku sudah mencintai Bintang bahkan sebelum Langit menceritakan tentangmu, jadi aku tetap tidak bisa melepas Bintang saat itu”, lanjut Rainald yang membuat Angie semakin terisak-isak.
            Di ujung sana, ada seseorang yang duduk di kursi roda menghadap ke makam yang ditumbuhi rumput hijau, asri sekali. Bintang dan Rainald membawa Angie ke sana. Angie langsung terduduk diam tepat di hadapan makam itu, “Lang! Kok jahat banget sih?!”, sambil menangis ia memeluk makam itu.
            Kepala Angie dibelai penuh kasih sayang oleh seseorang yang kedua matanya diperban, di kursi roda itu. Ia tersentak, seketika tangisnya berhenti. Dilihatnya nisan di makam itu, ternyata bukan Langit! Itu makam orang lain. “Ini makam anak kecil yang aku tabrak Ngie, aku masih di sini”, kata seseorang di kursi roda itu. Angie memeluknya, memeluknya erat sekali. “Aku tenang karena Kakakku udah dapetin penghias dunianya, itu berarti kamu harus jadi penghias aku sekarang, Pelangi”
                                                                        ***
            “Berapa lama aku menghilang? Aku ingin melihat seberapa cantik sih Angie sekarang?”, ejek Langit yang menunggu perban di matanya dibuka.
            “Nah kamu sudah siap Langit?”, kata dokter itu di hadapan mereka semua.
            Langit pelan-pelan membuka matanya, semua orang berdoa, termasuk Angie. Semua berdoa supaya mata baru yang dimiliki Langit berfungsi dengan baik. “Lang? Langit? Bisa kan? Bisa kan?”, tanya Rainald penuh rasa semangat dan khawatir.
            Langit menggeleng, menghancurkan semua harapan. Semuanya kecewa, sedih, air mata Angie mengalir sederas-derasnya. “Kamu makin cantik, apalagi kalau nangis gitu”, senyumannya tetap seperti Langit yang dulu, senyuman ketika Langit sedang bersama Pelangi ;)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

cerpen : Merpati Rindu :)

Dear Putri

Hujannya langit, untuk bumi